menemukannya… aku menemukan orang yang pernah muncul dalam mimpiku… pria
berkacamata itu… dan dia sekarang ada di depanku. Berdiri mematung beberapa
meter dari hadapanku. Sesekali ia melihat jam yang melingkar di tangan kirinya.
Di balik punggungnya ia gantungkan tas yang tersangkut di lengan kanannya. Lima
belas menit sudah aku mengamatinya. Sengaja tak ku indahkan Bus yang menuju
daerahku tadi. Aku ingin terus menatapnya sampai ia naik Bus yang ia kehendaki.
Oh Tuhan dia memang pria itu.
Kali
ini dia duduk tak jauh denganku. Halte Bus sudah tak ramai. Berkali-kali ia
memegang Hp dan mengetik sebuah sms juga menerima sms itu. Sepertinya ia sedang
di buru waktu dan tatapanku tidak pernah terusik oleh kegiatannya. Baru lima
menit ia duduk, ia langsung beranjak kembali karena ia langsung menghentikan
Bus jurusan Jakarta itu. Aku kebingungan… untung saja Bus itu Via Cianjur,
tujuanku pulang ke Sukabumi dan bisa naik dari Cianjur karena aku naik dekat
Tol Cileunyi. Akupun naik Bus yang sama.
Aku
beruntung sekali bisa berdekatan dengannya di Bus yang sesak ini. Namun ia
tetap cuek tak memperhatikanku. Kemudian ia mengangkat telfon dan berbicara
sebentar. Dari pembicaraannya, ia sepertinya sedang diminta untuk menjadi
pembicara di sebuah seminar. Sebagai seorang calon mahasiswa negri pasca
sarjana di Bandung ini, aku paham dengan gaya bahasa dia. Lagipula ia tadi
berbicara sedikit tentang sarana dan prasarana tentang kegiatan seminar yang
biasa disediakan.
Tak
lama aku berada di dalam. Bus berhenti kembali untuk menurunkan penumpang. Di
sana penumpang banyak yang turun. Bus pun tidak sesak lagi. Kami berpisah. Dia
duduk di kursi depan. Dan aku duduk dua kursi di belakangnya. Namun aku masih
bisa melihat hidungnya yang mancung dari samping karna aku duduk tak sejajar
dengannya.
Aku
meraih Hp ku. Kucoba untuk mengambil gambarnya dari samping. Aku tak perduli
dengan ibu yang duduk di sampingku yang tengah melihat kelakuanku. Setelah
beberapa gambar ku dapati. Ibu tadi bertanya kepadaku.
“Siapa
yang adik foto?”
“Hmm…
eh…” Aku gugup dan hanya bisa tersenyum
“Ga
apa kok dik bilang saja…” Ibu itu menggoda
“Gimana
ya bu… aku… aku…” Aku menggaruk-garuk kepalaku yang tidak gatal itu bingung
mencari alasan. Maunya ibu itu tidak perduli dengan kegiatanku tadi seperti
orang kota kebanyakan yang sudah jarang perduli apapun.
“Adik
mau mengambil gambar cowok itu ya? Kok dari samping? Dari depan aja…” Tanya ibu
itu semakin menggoda
“Ah
nggak deh bu makasih…” Aku kembali mesem… aku juga ingin memotretnya dari depan
bahkan sampai bisa kenalan. Tapi aku malu dan takut ia menganggapku aneh
“Ya
sudah dik… sini ibu pinjam Hp nya sebentar… ibu yang akan mengambil foto cowok
itu” Ibu itu tiba-tiba menawarkan hal yang tidak pernah aku pikirkan
sebelumnya. Aku pun seperti di hipnotis dan langsung menyerahkan Hp ku
kepadanya. Tapi sebelum ibu itu melangkahkan kakinya aku menahannya
“Eh
bu.. maaf.. jangan deh bu makasih… nanti ketahuan kalau aku mau mengambil
gambarnya lagian… saya belum kenal dia kok” Aku menahan malu karena beberapa
orang di belakangku melihat tingkah kami
“Tenang
dik… ibu ga akan bicara apa-apa tentang kamu. Sudah ya serahkan semua sama ibu”
Si Ibu tanpa berbasa basi langsung pergi ke depan pria dalam mimpiku itu.
karena suara Bus yang berisik… aku tidak bisa mendengarkan percakapan ibu itu
dengan pria misterius itu. Dan tak lama mereka berbincang, Si Ibu langsung
mendapatkan gambar pria itu dan langsung balik lagi ke tempat duduk kami.
Ketika aku tanyakan kepadanya bagaimana mendapatkannya, Ibu itu hanya tersenyum
tanpa mengatakan apapun. Namun setelah ibu itu duduk di tempat duduk kami, pria
itu langsung menatap kami di belakang. Ya Allah… ia mengguratkan senyuman yang
tersungging di bibirnya yang sangat manis bagiku. Kemudian ia mengangguk dan
aku hanya bisa diam tak membalas anggukannya. Aku kembali terhipnotis.
Sepanjang
jalan Ibu itu tidur dan aku hanya bisa memandang foto-foto dalam kamera Hp ku
hasil jepretan Ibu. Betul-betul mirip dengan mimpiku. Dia sering muncul
beberapa minggu ini. Sudah tiga hari berturut-turut aku melihatnya dalam
mimpiku. Padahal aku belum pernah bertemu dengannya sama sekali dan aku pun
tidak mengenalnya. Sungguh aneh rasanya.
“Namanya
Rama Pangestu dik…” Ibu itu memberitahu namanya sebelum ia tertidur pulas. Aku
beruntung sekali bisa tahu namanya. Dengan begitu aku bisa mencarinya di dunia
maya. Jika ia juga aktif bergabung dalam beberapa milis yang tersedia di
dunia maya.
Terminal
Pasir Hayam Cianjur sudah di depan mata. Aku siap-siap untuk turun. Aku berdiri
dan melihat pria itu dan kemudian turun. Aku tidak berpamitan kepada Ibu itu
karena ia masih tertidur, padahal kami belum sempat berkenalan. Namun sangat
aneh ketika aku sudah berada di jalan dan melihat bangku ku tadi di dalam Bus.
Aku tidak menemukan Ibu tadi. Aku melihat sampai Bus itu menghilang tetap tidak
terlihat. Aneh pikirku… ah sudahlah yang penting satu jam lagi aku sudah berada
di Sukabumi insyaAllah.
Aku
rebahkan tubuhku ke kasur hijauku. Aku menatap langit-langit. Segala bentuk
masalah muncul di ruangan berukuran 4×4 ini. Ya kuliah baruku, ya sekolah, ya
nikah… sudah banyak teman-temanku yang menjalani kehidupan barunya namun aku
belum juga dipertemukan dengan orang yang bisa ku panggil suami itu.
Kuliah
S-2 ku. Termasuk nekad aku menjalaninya. Aku belum tahu kelanjutan pendidikan
ku ini nanti. Walau kedua orang tuaku masih menyanggupiku untuk membiayai
kuliahku, namun aku sudah merasa malu untuk meminta. Tapi aku ingin melanjutkan
kuliah di jurusan Manajemen Pendidikan itu. Untuk bekalku menjalani yayasan
keluarga ini. Pekerjaanku hanya seorang kepala sekolah TK yang baru ku dirikan
yang bernaung di bawah yayasan keluarga dan bertempat di depan rumah. Itupun tiap
bulan aku harus memberi gaji dua orang guru. Terkadang aku sendiri belum tentu
mendapatkan gaji. Untungnya aku sudah di kontrak untuk menjadi penulis tetap di
sebuah majalah remaja di Jakarta. Dari honorku cukup untuk menutupi kebutuhanku
tiap bulan. Namun untuk kuliah aku masih menggantungkan kepada orangtuaku.
Aku
memikirkan itu semua. Aku menarik nafas panjang dan kemudian tertidur pulas.
Aku
dikagetkan oleh bunyi Hp ku yang ku taruh dekat meja komputerku. Aku memaksa
tubuhku untuk bangkit dan menerima panggilan itu. Oh ternyata dari Mbak Retno.
Ia memintaku untuk segera mengirimkan naskah cerpenku bulan ini pada
Majalahnya. Aku mengirimkan via email setiap bulannya. Dan untuk bulan ini aku
sudah mempersiapkannya namun aku lupa untuk mengirimkannya.
Aku
segera bangun dan langsung menyalakan komputer. Setelah menyalakan itu aku
langsung mandi dan makan. Komputer ku diamkan sejenak.
Udara
di Sukabumi terasa panas. Malam hari kurasakan panas tak seperti biasanya.
Sudah lama aku merindukan hujan turun beberapa bulan ini. Namun memang waktunya
musim kemarau jadi langit enggan menurunkan butiran cairan yang bisa
menyuburkan tanah itu. Sungguh agung kekuasaan Allah.
Setelah
ku kirim cerpenku. Aku mencoba mencari-cari nama Rama Pangestu di friendster
(FS). Mungkin saja nama itu ada. Setelah ku cari namanya. Beberapa
nama itu banyak terdaftar. Dan ku lihat fotonya yang mirip dengan dia. Dan
aha!! Aku menemukannya. Segera kubuka profilnya.
Usia
Rama dua tahun di atasku. Ia juga masih kuliah S-2 di UI mengambil Psikologi.
Pekerjaannya adalah seorang Trainer pada salah satu program pengembangan diri
di yayasannya yang ia dirikan bersama teman-temannya sesama alumni Psikologi
UI. Dan senyumnya yang kulihat di beberapa album fotonya sama manisnya dengan
senyuman yang ia lempar ketika berada di Bus.
Ingin
aku add alamatnya. Namun aku ragu. Aku menunggu ia yang add duluan. Aku sungguh
tak percaya aku menemukan pria ini dalam dunia nyata. Aku pikir mimpiku itu
hanyalah mimpi belaka. Dan bayangan wajahnya hanya penghias dalam
mimpi-mimpiku.
Esoknya.
Aku kembali mengaktifkan internet dalam komputerku. Setelah membuka Yahoo
Messenger, aku mendapatkan teman baru dan ada pesan dari emailku. Aku hampir
melonjak kegirangan karena yang sudah menambah daftar teman pada YM ku adalah
milik Rama dan ia juga sudah memberi komentar pada FS ku. Aku langsung membuka
alamat FS ku dan membaca komentar darinya.
“Assalamualaikum
Wr Wb
Salam
ukhuwah… anda adalah gadis yang berada dalam Bus jurusan Bandung-Jakarta itu
kan? Dan turun di Cianjur? Bagaimana kabar ibunya? Salam untuk Ibunya ya…
Wassalamualaikum
Wr W”
Setelah
membaca komentar itu aku mengerenyitkan dahi. Ibu yang duduk di sampingku
sewaktu di dalam Bus ia kira adalah ibuku. Padahal aku sendiri belum tahu siapa
nama Ibu itu. Ketika aku melamun, aku dikejutkan dengan sapaan dari Rama di YM
ku.
Rama : Assalamualaikum… dengan Faiza?
Rama :
Faiza : Alaikum salam. Betul… kak Rama ya?
Rama : Masih ingat kan?
Faiza : Iya. Salam kenal ya
Rama : Bagaimana kabar ibumu?
Faiza : Ibu yang
mana? Kalau yang berada di dalam Bus bukan ibuku. Kalau
menanyakan ibu kandungku alhmadulillah sehat
Rama : Lho… waktu itu di dalam Bus, ibu itu
mengaku sebagai ibumu. Kemudian ia
meminta fotoku. Katanya aku mirip sekali
dengan wajah kakakmu yang sudah
lama tidak pulang ke rumah. Ibu sampai sudah
lupa dengan wajah kakakmu itu.
hingga melihatku dan ia ingin mengabadikan
fotoku agar ia tidak lupa lagi
dengan wajah kakakmu
Faiza : Ohh begitu ya… memang sih ibu itu juga
bercerita tentang anaknya yang sudah
lama pergi itu
Aku sengaja
berbohong untuk kali ini karena aku takut ketahuan kalau aku memang ingin
mengambil gambar Rama. Perkenalan malam ini sungguh membuat hatiku semakin
berbunga. Aku jatuh cinta… aku jatuh cinta padanya sebelum bertemu dengannya…
I knew I love you before I meet
you
I have been waiting on my life…
Rama : Kalau bukan ibumu siapa dong? Aku lihat ia
turun bersama denganmu ketika
turun di Cianjur…
Faiza : Oh mungkin saja kami berpisah di sana. Aku
waktu itu sangat buru-buru jadi
tidak sempat menoleh kanan kiri untuk
berpamitan
Padahal
sebenarnya aku masih bingung dengan Ibu yang sangat misterius itu. Siapakah ia?
Malaikat kah?
Kurang
lebih satu jam kami berbicara. Ia orangnya asyik dan suka bercanda. Ia senang
dengan Blog di FS ku yang banyak memuat tentang cerpen-cerpenku. Aku semakin
tersipu dengan pujiannya kepadaku.
Hari berganti … musim hujan akan
segera tiba. Namun udara masih saja terasa panas. Polusi di udara kadang
membuat hujan asam yang tidak sehat bagi tumbuhan. Selama perpindahan musim
ini. Aku dan Rama masih terus berkomunikasi lewat YM. Ia sering bercerita
tentang perjalanannya ke berbagai daerah di dalam dan luar negri untuk menjadi trainer
atau menjadi pembicara pada seminar tentang penyakit yang berhubungan dengan
jiwa itu. Dari cerita-ceritanya bisa menjadi bahan inspirasiku membuat cerpen
yang segar setiap bulannya. Dari ia aku bisa tahu kondisi daerah yang tak
pernah aku kunjungi sebelumnya. Dari ia aku juga bisa membuat cerita tentang
beberapa pasiennya yang mengalami penyakit kejiwaan yang berbeda permasalahan.
Dari keseringan kami berkomunikasi,
hatiku semakin berharap bahwa ia lah tambatan hatiku yang terakhir. Aku makin
berharap ia lah yang akan mengatakan kepadaku would you marry me? Oh…
jika ia memang jodohku, dekatkanlah ia…
Aku sudah kuliah selama empat bulan
sejak perkenalan itu. Kuliahku hanya sabtu minggu saja. Untungnya aku mempunyai
teman yang sudah kerja di Bandung. Jadi setiap sabtu dan minggu aku bisa
tinggal di kosannya.
Dan hari ini Rama sedang berada di
Bandung juga. Ia ingin bertemu denganku selepas kuliah. Aku sangat bahagia
sekali setelah empat bulan tidak bertemu, aku bisa bertemu dan berbicara
langsung dengannya. Kami pun janjian di depan kampusku.
Setelah kuliah, ku melayangkan sms
kepadanya bahwa aku sudah selesai kuliah. Namun kirimanku pending. Ah
tunggu saja semoga ia datang. Sambil menunggu aku membeli batagor makanan
kesukaanku. Sesekali aku melihat sms yang ku kirim padanya. Ternyata masih
tunda juga laporannya. Aku mencoba menelpon Hpnya mungkin saja jaringan sms nya
sedang error. Dan ketika ku telpon… Hpnya malah tidak aktif. Aku masih
berpikir positif mungkin saja batere nya habis.
Waktu sudah menunjukkan pukul lima
sore. Dan sudah satu jam aku menunggu di halte ini. Aku clingak clinguk
melihat barangkali ada sosok Rama yang akan mendekati halte depan kampus ini.
Aku masih sabar menunggu.
Tak terasa kumandang azan
sayup-sayup terdengar. Berarti aku sudah dua jam menunggu Rama dan ia belum
juga datang atau memberi kabar. Aku menahan amarahku dan merasa sedih. Aku
merasa dibohongi. Aku putuskan untuk sholat di dalam masjid kampus dan setelah
itu langsung pulang.
Dalam perjalanan pulang, aku terus
mengutuki diri sendiri. Mengapa bisa percaya oleh dia yang belum jelas itu.
Kalau mau ketemu mengapa tidak di rumah saja sekalian daripada aku harus
menunggu dan tanpa tau kabarnya bagaimana. Ingin segera ku kirim pesan di
emailnya dan marah kepadanya.
Aku sampai di Sukabumi pukul
sembilan malam. Aku mengantuk dan tidak ingin membuka komputer dulu. Biarlah
aku istirahat hingga besok. Semoga saja ia memberiku kabar ke esokan harinya.
Esoknya, kulihat Hp ku. Masih saja
sms ku tertunda. Aku sedih bercampur kesal. Tega sekali ia berbuat begitu
padaku. Tapi aku berpikir lagi… memangnya apa hakku marah kepada dia? Dia kan
memang bukan siapa-siapa aku… tapi aku kecewa karena sebelumnya ia sudah pernah
berjanji padaku…
Siangnya aku aktifkan modemku dan
mulai menjelajahi dunia maya. Aku kirimkan email kepada Rama.
“Assalamualaikum wr wb
Mengapa
tidak datang? Atau terlambatkah? Jika terlambat mengapa tidak memberi kabar? Ah
sudahlah mungkin aku tidak penting bagi Rama Pangestu Trainer terkenal itu…
Wassalam!”
Aku kesal tapi
rasa rindu itu menyesakkan dadaku. Aku tidak bisa membencinya. Aku masih terus
berharap ia akan memberi penjelasan kepadaku tentang semua ini. Aku matikan
komputerku. Aku ingin berjalan-jalan keluar melihat kolam ikan di belakang
rumah. Dengan begitu pikiranku bisa tenang.
Sudah
satu minggu ia tidak memberiku kabar. Aku semakin tidak mengerti. Hpnya masih
saja tidak aktif. Ia pun tidak pernah ku lihat On Line di YM. Aku
sungguh heran. Untung saja kesedihanku tertutupi dengan aktifitasku yang juga
padat dalam seminggu ini.
Di
pagi yang dingin. Aku beranikan mandi pagi tanpa air hangat. Biar terasa segar.
Sebelumnya aku berolah raga di teras depan. Ketika aku melemaskan tubuhku aku
mendengar suara burung berkicau. Burung itu terus bernyanyi. Kata orang dulu,
jika ada suara burung bernyanyi, maka akan ada tamu yang datang. Tapi aku tidak
begitu percaya. Itu hanya mitos. Lagipula rumahku memang tampak asri. Banyak
pohon yang masih rindang.
Selesai
mandi, aku masuk ke dalam kamar. Aku terkejut ketika ada kupu-kupu besar
menempel di layar komputerku. Aku diamkan saja kupu-kupu itu diam di sana.
Seperti
biasa di TK aku diam di meja kerjaku mengerjakan administrasi TK yang sebentar
lagi akan melaksanakan lomba tingkat kota. Alhamdulillah TK ku waktu itu menang
di tingkat kecamatan dan dua minggu lagi akan di lomba kan di tingkat kota.
Jam
istirahat semua anak bermain di luar. Ada yang berkejaran kesana kemari dan ada
yang bermain permainan yang tersedia di luar. Ibu guru masih berada di dalam
ruangan masing-masing biasanya sedang memeriksa tugas anak-anak. Tiba-tiba Adi
masuk ke kantor dan bilang ada tamu dua orang ingin bertemu denganku. Aku
beranjak dari kursiku dan segera menemui tamu itu dan berterima kasih kepada
Adi murid yang cerdas itu.
Aku
berdiri mematung melihat tamu itu. Ia adalah Rama bersama seorang gadis. Aku
terkejut senang dan penuh tanya. Mengapa ia tiba-tiba datang tanpa memberi
kabar dulu dan ia datang bersama seorang gadis pula. Apakah ia datang untuk
memberiku undangan pernikahannya? Ataukah pertemuan kemarin yang tidak jadi itu
hanya ingin memberi tahu bahwa ia sudah akan menikah dengan gadis itu? segala
bentuk pertanyaan terlintas di benakku hingga sebuah sapaan mengagetkanku.
“Assalamualaikum”
Sapa Rama kepadaku. Sapaannya lembut sekali membuat hatiku luluh hanya dengan
ucapannya yang sedikit itu
“A…a..alaikum
salam… oh eh… silakan masuk…” Aku gugup dan salah tingkah. Aku mencoba untuk
menjaga sikapku agar tidak terlihat nervous.
Setelah
menyilakan duduk aku langsung ke dapur untuk menyiapkan dua gelas air minum.
Pertanyaanku akan segera terjawab. Aku agak lama berada di dapur padahal air
minum sudah lama siap. Aku mencoba membuat hatiku stabil sehingga kejadian
buruk sekalipun dapat kukendalikan.
Aku
menarik nafas panjang dan membawakan nampan berisi dua gelas dan satu toples
makanan ringan. Senyuman manis kupasang walau sebenarnya hatiku belum seratus
persen tersenyum.
Kami
beberapa detik diam setelah aku menyilakan mereka untuk minum. Aku
memperhatikan wajah gadis itu dan Rama mirip. Banyak yang bilang jika wajah
pasangan itu mirip biasanya berjodoh. Hatiku mau hancur saja jika memang begitu
adanya. Mimpiku sirna begitu saja.
“Dik,
maafkan kakak ya” Ia membuka pembicaraannya
“Untuk
apa?” Aku tersenyum seolah tanpa beban sambil melirik gadis di sebelahnya yang
duduk agak rapat dengannya
“Maafkan
kakak waktu di Bandung tidak sempat datang. Itu karena…” sebelum ia melanjutkan
pembicaraannya aku langsung memutusnya
“Ah
nggak apa-apa kok kak… aku sudah melupakan kejadian itu… aku saja yang
salah…menyetujui permintaan kakak di saat yang tidak tepat” Aku mesem dengan
hati yang kesal
“Bukan
begitu maksud kakak… maukah adik mendengarkan cerita kakak?” Ia menatapku
serius. Dan aku kembali melihat wajah gadis yang sampai detik ini belum di
kenalkannya. Aku akan mendapatkan penjelasan tentang gadis itu pastinya dalam
ceritanya nanti dan aku harus sangat-sangat siap mendengarnya.
“Mmm
boleh…” Aku mengambil pulpen yang ada di atas meja dan menggenggamnya. Jika
dugaanku benar, sementara bisa aku lampiaskan kesedihanku pada pulpen itu.
“Waktu
itu, kakak mengalami kecelakaan. Hp kakak raib ketika menaiki Bus. Padahal Hp
itu sangat penting buat kakak. Selain ada alamat tempat kakak seminar, di sana
juga ada nomor telpon Hp dan rumah adik… kakak sengaja tidak mengendarai mobil
sendiri karena setelah dari Bandung kakak akan segera pergi ke Papua dan akan
di jemput di tempat seminar. Kakak ingin bertemu dengan adik untuk meminta doa agar
kakak selamat dalam perjalanan dan kembali lagi dengan selamat. Tapi setelah Hp
kakak hilang kakak harus mencari alamat seminar itu karna hanya sebagian saja
yang kakak hafal. Dan alhamdulillah ketemu. Tapi ketika akan ke kampus adik,
ada seorang ibu dari pasien autis membutuhkan pertolongan kakak. Dan ia sedang
kritis berada di RS. Ibu itu memang sudah sering konsultasi dengan kakak di
yayasan walau ia orang Bandung. Kakak sungguh sangat bingung untuk memilih.
Akhirnya kakak memilih untuk melihatnya di RS tidak akan lama. Setelah itu
kakak akan menemui adik di kampus. Jika kakak hafal nomor Hp adik pasti kakak
akan meminta adik datang ke RS atau pulang saja dan nanti setelah dari Papua
kakak akan datang ke rumah adik.
Ternyata
di RS kakak tidak bisa sebentar. Anak itu terus meronta dan bersikap tidak
wajar. Tubuhnya sudah banyak ia sakiti dan ia terus saja menyakiti dirinya
sendiri sebelum kakak datang ke RS. Ketika kakak datang lambat laun ia
tenangkan dirinya, namun jika kakak akan beranjak dari kursi kakak dan melepas
genggaman tangannya, ia akan memegang tangan kakak kuat-kuat. Dokter berusaha
untuk menyuntikkan obat tidur agar ia tenang. Tapi bagi kakak itu bukan solusi.
Dengan pelan-pelan alhamdulillah kakak bisa menyadarkan ia kembali seperti
biasanya. Tak disadari sudah dua jam kakak berada di RS itu.
Kakak
tidak sempat menemuimu di kampus karna kakak berpikir adik juga sudah pulang
karena sudah magrib. Kakak menyesal sekali sudah membuat janji yang tidak bisa
kakak tepati. Setelah dari RS kakak langsung menemui tim yayasan yang akan
pergi ke Papua. Di Papua kakak akan mengadakan training pengembangan diri di
tengah masyarakat yang kurang pendidikannya di sana bersama Unesco dan maaf
kakak tidak bilang sebelumnya sama adik karena kakak pikir, kakak tidak akan masuk
ke dalam tim itu. Kakak diberitahu mendadak sehari sebelum berangkat. Dan
ternyata di sana sama sekali tidak ada internet. Namanya juga di desa. Dan
kakak berada di sana selama satu minggu. Kegiatannya sangat padat. Padahal
kakak masih merasa bersalah atas semua ini.”
Panjang
lebar Rama bercerita tentang kejadian selama ia menghilang itu. Ternyata selama
ini ia masih memperhatikanku dan masih memperdulikanku. Ia juga begitu
perhatian dengan pasien itu dan rela mengorbankan waktunya untuk menunggu dengan
sabar agar si pasien bisa tersadar kembali. Aku terharu…
“Oh
iya, Kenalkan ini adalah Aura Pangestu adik kandung kakak yang biasa kakak
ceritakan kepadamu” Oh ternyata dugaanku salah tentang gadis itu. Sering aku
mendengar cerita tentangnya namun aku tidak pernah melihat wajahnya. Pantas
saja ia mirip dengan kakaknya
“Aura”
Aura menyodorkan tangannya dan segera kujabat tangannya “Faiza” Usianya sama
denganku namun lebih dulu ia beberapa bulan begitu yang pernah diceritakan Rama
padaku. Senyumnya sama manisnya dengan senyuman kakaknya
“Fa,
percayalah dengan cerita abangku ini. Abang tidak pernah berbohong kepadaku dan
ia selalu menepati janjinya. Setelah pulang dari Papua, abang langsung
menceritakan semuanya padaku. Dan ia memintaku untuk membujukmu agar kamu mau
memaafkannya dan menyetujui permintaannya”
“Aku
sudah memaafkannya, dan permintaannya tentang apa?” Aku bingung dengan
permintaan ini
“Aku
ingin melamarmu…” Suara lembut itu sangat jelas terdengar di daun telingaku
hingga masuk ke dalam otakku dan langsung menyalurkan pada bibirku hingga
tertarik dua senti ke kanan dan ke kiri. Aku tersenyum mendengar kata itu
“Maukah
kamu menerimaku? Dengan segala kekurangan dan kelebihanku?”
Aku
tidak dapat berkata apa-apa melainkan tersenyum lebih lebar dan diam mematung.
Aura mendekatiku, duduk di sampingku dan merangkulku
“Fa,
sejak abang mengenalmu… ia selalu bercerita tentangmu. Hingga aku penasaran
siapa kah gadis yang telah membuat abangku tak henti membicarakannya? Dan abang
juga bercerita kepada ayah dan ibu. Mereka ingin bertemu denganmu. Mau kan?”
Aku
mengangguk pelan. Dan wajah lega tersirat dari kedua wajah yang mirip antara
satu dengan yang lain.
“Nah
gitu dong… aku kan juga mau menikah. Tapi aku tidak mau mendului abangku.
Sekarang kan kalau abang sudah menikah, aku bisa menikah juga tanpa memberi
uang pelangkah ha ha ha…” Aura bercanda
Sejak
pertemuan itu. Rama menjanjikan akan datang bersama keluarganya satu minggu
lagi. Aku di sarankan untuk menyiapkan segalanya.
Dan
hari ini adalah hari pernikahan kami. Rama sebentar lagi akan menjadi
pendampingku dalam kehidupan baruku. Tak ku duga berawal dari mimpi akan segera
menjadi nyata.
Rama
mengucapkan ijab qobul dengan lancar. Layaknya Fachri dalam film Ayat-ayat
cinta ia mengucapkannya. Setelah itu kami berdua menyalami masing-masing
orangtua kami. Setelah itu tamu undangan yang mengikuti akad nikah kami. Tak
kusangka sebelumnya. Seorang ibu berbaju putih dan jilbab putih mendekat
kepadaku dan mengucapkan doa kepada kami. Tubuhnya wangi dan senyumnya terlihat
lembut. Ia merangkul aku dan Rama. Setelah itu ia mundur sangat cepat. Aku dan
Rama mulai sibuk menyalami tamu yang lain.
Setelah
agak lengang, aku mencari-cari ibu tadi yang ketika kulihat wajahnya sangat
teduh. Aku bertanya pada Rama
“Kak…
tadi lihat ibu yang meluk kita berdua? Aku pernah melihatnya tapi di mana ya?”
“Hmm
kakak juga sepertinya pernah melihat dia tapi dimana?”
Kami
diam sejenak… dan…
“Oh
dik… dia kan ibu yang berada di Bus itu!”
“Oh
iya kak… aku baru ingat… sekarang dimana dia ya? Kok bisa tau pernikahan kita?
Padahal kita ga tau dia alamatnya dimana?”
Rama
kemudian turun ke pelaminan dan mencari ke seluruh ruangan untuk mencari ibu
itu. Namun usahanya nihil. Ia kembali dengan perasaan sedikit menyesal. Ibuku
yang dari tadi melihat kebingungan kami bertanya kepada kami.
“Ada
apa toh? Kok kayak orang kebingungan saja?”
“Ini
bu, tadi ibu lihat ada ibu-ibu yang berbaju putih yang merangkul kita berdua
ga? Itu lho sesaat setelah aku dan kak Rama duduk di pelaminan ini?”
“Baju
putih? Ibu ndak liat apa-apa kok? Dan yang merangkul kalian juga ibu ndak
lihat. Kalaupun ada ibu pasti tau lha wong ibu duduknya deket sama kalian toh?”
Aneh
sekali. Aku dan Rama saling berpandangan…
Malamnya…
“Dik…
sini duduk dekat kakak…” Rama membawa bungkusan kado yang berbeda dengan
lainnya. Ia ambil di dalam tasnya “Bukalah” Katanya sambil menyerahkan
kepadaku. Aku mulai membukanya karena penasaran… setelah membuka dan isinya
adalah sebuah buku yang di jilid. Aku ambil buku itu dan ku mulai membuka
lembarannya. Aku sampai tak percaya. Buku berjilid biru itu adalah kumpulan
percakapan aku dan Rama dari awal perkenalan hingga terakhir ia melamarku. Ia
juga mengumpulkan surat-surat yang sudah aku kirimkan padanya. Aku tersenyum
dan melihat wajahnya.
“Kakak
bukan penulis, kakak bukan seorang pujangga. Tapi kakak juga ingin membuatmu
terkesan dengan persembahan kakak dengan memberikan kenangan kita ini. Tolong
dijaga selama kita mengarungi kehidupan ini ya.” Senyum tulusnya keluar dari
bibirnya… ternyata selama ini ia begitu romantis yang tak pernah aku pikirkan
sebelumnya. Aku masih belum bisa berkata apa-apa kecuali membalas senyumannya.
“Dik…
ada yang mau kakak katakan lagi”
“Apa
itu?”
“Sebenarnya…
sebelum bertemu dengan adik. Kakak pernah bermimpi bertemu denganmu… tapi kakak
bingung siapakah gadis yang selalu muncul dalam mimpiku ini? Dan dimanakah aku
bisa bertemu dengannya? Dan setelah pertemuan pertama kita di Bus itu… kakak
ingin menyapamu… tapi kakak ragu karena baru pertama kali bermimpi bertemu
denganmu. Dan setelah kakak menemukanmu di FS kakak senang sekali dan mungkin
adik lah jodoh kakak selama ini yang muncul pertama kali dalam mimpi kakak… I
knew I love you before I meet you…”
“Kakak
gombal ni…” Aku mencubit pinggangnya….
“Serius
dik…” Setelah itu ia mulai mendekati wajahku dan… Subhanallah…
Yasmin Ahmad, July 13rd 2008